Kamis, 25 November 2010

MANUSIA DAN TANGGUNG JAWAB

A. Pengertian Tanggung Jawab
Menurut kamus besar bahasa Indonesia Tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab merupakan berkewajiban menanggung, memikul jawab, menanggung segala sesuatunya sebagai kesadaran dan kewajibannya.
Tanggung jawab adalah ciri manusia beradab (berbudaya). Manusia merasa bertanggung jawab karena ia menyadari akibat baik, atau buruk perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan pengabdian dan pengorbanannya. Untuk memperoleh atau meningkatkan kesadaran bertanggung jawab perlu ditempuh usaha melalui pendidikan penyuluhan, keteladanan, dan takwa kepada Tuhan.
Banyaknya bentuk tanggung jawab menyebabkan terasa sulit merumuskannya dalam bentuk kata-kata yang sederhana dan mudah dimengerti. Tetapi kalau kita amati lebih jauh, pengertian tanggung jawab selalu berkisar pada kesadaran untuk melakukan, kesediaan
untuk melakukan, dan kemampuan untuk melakukan sesuatu.
Pada dasarnya banyak keluarga berharap dapat mengajarkan tanggung jawab dengan memberikan tugas-tugas kecil kepada anaknya dalam kehidupan sehari-hari. Dan sebagai orangtua biasanya berkeinginan untuk menanamkan rasa tanggung jawab pada anak mereka masing-masing. Tuntutan yang teguh bahwa anak harus setia melakukan tugas-tugas kecil itu, memang menimbulkan ketaatan. Namun, bersamaan dengan itu dapat pula timbul suatu pengaruh yang tidak kita inginkan dalam pembentukan watak anak, karena pada dasarnya rasa tanggung jawab bukanlah hal yang dapat diletakkan pada seseorang dari luar, rasa tanggung jawab tumbuh dari dalam, mendapatkan pengarahan dan pemupukan dari sistem nilai yang kita dapati dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Rasa tanggung jawab yang tidak bertumpuk
pada nilai-nilai positif, adakalanya dapat berubah menjadi sesuatu yang membuat sang anak menjadi anti sosial. Ada beberapa cara yang dapat diterapkan untuk mendidik anak dari
usia dini agar menjadi anak yang bertanggung jawab:
• Memberi teladan yang baik.

Dalam mengajarkan tanggung jawab kepada anak, akan lebih berhasil dengan memberikan suatu teladan yang baik. Cara ini mengajarkan kepada anak bukan saja apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukannya, akan tetapi juga bagaimana orangtua melakukan tugas semacam itu.

• Tetap dalam pendirian dan teguh dalam prinsip.

Dalam hal melakukan pekerjaan, orangtua harus melihat apakah anak melakukannya dengan segenap hati dan tekun. Penting bagi orangtua untuk memberikan suatu perhatian pada tugas yang tengah dilakukan si anak. Janganlah sekali-kali kita menunjukkan secara langsung tentang kesalahan-kesalahan anak, tetapi nyatakanlah bagaimana cara memperbaiki kesalahan tersebut. Dengan demikian orantua tetap dalam pendirian, dan teguh dalam prinsip untuk menanamkan rasa tanggung jawab kepada anaknya.

• Memberi anjuran atau perintah hendaknya jelas dan terperinci.

Orangtua dalam memberi perintah ataupun anjuran, hendaklah diucapkan atau disampaikan dengan cukup jelas dan terperinci supaya anak mengerti dalam melakukan tugas yang dibebankan kepadanya.

• Memberi ganjaran atas kesalahan.

Orangtua hendaknya tetap memberi perhatian kepada setiap pekerjaan anak yang telah dilakukannya sesuai dengan kemampuannya. Tidak patut mencela pekerjaan anak yang tidak diselesaikannya. Kalau ternyata anak belum dapat menyelesaikan pekerjaannya saat itu, anjurkanlah untuk dapat melakukan atau melanjutkannya besok hari. Dengan memberikan suatu pujian atau penghargaan, akan membuat anak tetap berkeinginan menyelesaikan pekerjaan itu. Seringkali orangtua senang menjatuhkan suatu hukuman kepada anak yang tidak berhasil menyelesaikan tugasnya. Andaikan memungkinkan lebih baik memberikan ganjaran atas kesalahan dan tidak hanya semata-mata mempermasalahkannya.

• Jangan banyak menuntut.

Orangtua selayaknya tidak patut terlalu banyak menuntut dari anak, sehingga dengan sewenang-wenang memberi tanggung jawab yang
tidak sesuai dengan kemampuan sang anak. Berikanlah tanggung jawab itu dengan cara bertahap-tahap, agar si anak dapat menyanggupi dan menyenangi pekerjaan itu. Ada suatu kebiasaan yang keliru pada orangtua saat mendidik anak, adalah bahwa mereka seringkali sangat memperhatikan dan mengikuti emosinya sendiri. Tetapi sebaliknya emosi anak-anak justru kurang diperhatikan. Orangtua boleh saja marah kepada anak, akan tetapi jagalah supaya kemarahan yang dinyatakan dalam tindakan seperti omelan dan hukuman itu benar-benar tepat untuk perkembangan jiwa anak. Dengan perkataan lain, marahlah pada saat si anak memang perlu dimarahi.
Anak-anak yang sudah mampu berespon secara tepat, adalah anak yang sudah mampu berfikir dalam mendahulukan kepentingan pribadi. Dan anak seperti ini sudah tinggal selangkah lagi kepada pemilikan rasa tanggung jawab. Pada hakekatnya tanggung jawab itu tergantung kepada kemampuan sang anak sendiri, janganlah lantas kita mengatakan bahwa anak yang berusia tujuh tahun itu tidak mempunyai tanggung jawab, karena tidak menjaga adiknya secara baik, sehingga si adik terjatuh dari atas kursi atau tempat tidur. Sesungguhnya anak yang baru berusia tujuh tahun tidak akan mampu
melakukan hal seperti itu. Sebenarnya beban tanggung jawab yang diserahkan pada seorang anak haruslah disesuaikan dengan tingkat kematangan anak. Untuk itu dengan sendirinya orangtua perlu lebih jauh mengenal tentang kemampuan anaknya. Dalam memberikan suatu informasi kepada anak tentang hal yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan adalah sangat penting. Tanpa pengetahuan ini anak tidak bisa disalahkan bila ia tidak mau melakukan apa yang seharusnya ia lakukan. Namun untuk sekedar memberitahu secara lisan, seringkali tidak cukup. Orangtua juga harus bisa menjelaskan dengan contoh bagaimana caranya melakukan hal tersebut, disamping harus dijelaskan alasan-alasan mengapa hal itu harus dilakukan, atau tidak boleh dilakukan.
Biasanya kita cenderung untuk melihat rasa tanggung jawab dari segi-segi yang konkrit, seperti: apakah tingkah lakunya sopan atau tidak, kamar anak bersih atau tidak, apakah si anak sering terlambat dating ke sekolah atau tidak dan sebagainya. Seorang anak bisa saja berlaku sopan, datang ke sekolah tepat pada waktunya, tetapi masih juga membuat keputusan-keputusan yang tidak bertanggungjawab.
Rasa tanggung jawab sejati haruslah bersumber pada nilai-nilai asasi kemanusiaan, dimana nilai-nilai tidak dapat diajarkan secara langsung. Nilai-nilai dihirup oleh anak dan menjadi bagian dari dirinya hanya melalui proses identifikasi, dengan pengertian lain, anak menyamakan dirinya dengan orang yang ia cintai dan ia hormati serta berusaha meniru mereka. Pengalaman-pengalaman konkrit tertentu memperkokoh pelajaran itu, sehingga menjadi bagian dari watak dan kepribadian anak. Jadi jelaslah, bahwa masalah rasa tanggung jawab pada anak, akhirnya kembali pada orangtuanya sendiri, yaitu seperti tercermin dalam mengasuh dan mendidik anak.


B. Macam-macam Tanggung Jawab
• Tanggung jawab terhadap diri sendiri
Tanggung jawab terhadap diri sendiri menuntut kesadaran setiap orang untuk memenuhi kewajibannya sendiri dalam mengambangkan kepribadian sebagai manusia prbadi. Dengan demikian bisa memecahkan masalah-masalah kemanusiaan berdasarkan sifat dasar, manusia adalah mahluk bermoral namun manusia juga seorang pribadi. Karena merupakan seorang pribadi manusia mempunyai pendapat sendiri, perasaan sendiri, angan-angan sendiri sebagai perwujudan dari pendapat perasaan dan angan-angan masnusia dalam berbuat atau bertindak.
• Tanggung jawab terhadap keluarga
Keluarga merupakan Masyarakat kecil, keluarga terdiri dari suami-istri , ayah ibu dan anak-anak, serta orang lain yang menjadi anggota keluarga. Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarganya. Tanggung jawab ini menyangkut nama baik keluarga tapi tanggung jawab juga merupakan kesejahteraan, keselamatan pendidikan dan kehidupan
• Tanggung jawab terhadap Masyarakat
Pada hakekatnya manusai tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain, sesuai dengan kedudukannya sebagai mahluk social. Karena membutuhkan manusia lain maka ia harus berkomunikasi dengan manusia lain tersebut. Dengan demikian manusia merupakan anggota masyarakat yang tentunya mempunyai tanggung jawab seperti anggota masyarakat lain agar dapat melangsungkan hidupnya dalam masyarakat tersebut. Wajarlah apabila segala tingkah laku dan perbuatannya harus dipertaggung jawabkan kepada masyarakat.
• Tanggung jawab kepada Bangsa/Negeri
Setiap manusia adalah warga Negara pada suatu Negara dalam berpikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku, manusia terikat oleh norma norma atau aturan-aturan yang dibuat oleh Negara. Manusia tidak dapat berbuat semaunya sendiri bila perbuatan manusia itu salah maka ia harus bertanggung jawab kepada Negara.
• Tanggung jawab terhadap Tuhan
Tuhan menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tanpa tanggung jawab, melainkan untuk mengisi kehidupan manusia untuk mempunyai tanggung jawab langsung terhadap Tuhan. Sehingga dikatakan tindakan manusia tidak lepas dari hukuman-hukuman Tuhan. Yang diruangkan dalam berbagai kitab suci melalui berbagai macam agama. Pelanggaran dari hukuman-hukuman tersebut akan segera diperingatkan oleh Tuhan dan jika perungatan yang keraspun manusia masih juga tidak menghiraukan maka Tuhan akan melakukan kutukan. Sebab dengan mengabaikan perintah-perintah Tuhan. Berarti manusia telah meninggalkan tanggung jawab yang seharusnya dilakukan terhadap Tuhan sebagai penciptanya. Bahkan untuk memenuhi tanggungjawabnya manusia harus berkorban.

Pengabdian dan Pengorbanan
• Pengabdian
Pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat ataupun tenaga sebagai perwujudan kesetiaan, cinta, kasih sayang, hormat atas satu ikatan dan semua itu dilakukan dengan ikhlas. Pengabdian pada hakekatnya adalah rasa tanggung jawab. Apabila orang bekerja keras sehari penuh untuk mencukupi kebutuhan, itu berarti dia mengabdi kepada keluarga. Lain halnya jika kita membantu teman dalam kesulitan mungkin sampai berhari hari itu bukan pengabdian tapi hanya bantuan saja.
• Pengorbanan
Berasal dari kata korban yang berarti persembahan sehingga pengorbanan berarti pemberian untuk menyatakan kebaktian. Jadi, pengorbanan yang bersifat kebaktian itu mengandung unsur keikhlasan yang tidak mengandung pamrih dimana, suatu pemberian yang didasarkan atas kesadara moral yang tulus ikhlas. Pengorbanan dalam arti pemberian sebagai tanda kebaktian tanpa pamrih dapat dirasakan bila kita membaca atau mendengarkan kothbah agama dari kisah para tokoh agama. Bagaimana semestinya wajib berkorban.

From: nothingwrongwithmylongblackhair (dengan perubahan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar